Petani Bukan Penjahat Lingkungan #Saveiwan #Saveburuhtani

Petani Bukan Penjahat Lingkunga#saveiwan

FlyerMaker_06022020_101529.png

Iwan, 20 tahun, petani kecil dari Muara Musu, Rokan Hulu didakwa dengan ancaman pidana paling lama 10 tahun dan paling singkat 3 tahun penjara, dan denda paling banyak 10 miliar dan sedikit 3 milyar karena membakar lahan pada saat ditangkap seluas 1/3 dari +-700 Meter persegi untuk berladang.

Menurut Jaksa Penuntut Umum, Iwan melanggar Pasal 108 jo Pasal 56 ayat (1) UU No.39/2014 tentang Perkebunan atau Pasal 108 jo Pasal 69 ayat (1) huruf h No. 32/ 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Secara sederhana Iwan dianggap bersalah karena melakukan perbuatan membuka lahan dengan cara membakar dan tanpa izin pihak berwenang..

Sehari-hari Iwan hidup sebagai petani. Iwan adalah seorang warga Desa Muara Musu di Kec. Rambah Hilir yang pekerjaan utama nya adalah bertani, menanam padi dan tanaman sayur-sayuran. Iwan hidup dengan keluarga yang sederhana. Tinggal bersama ibu dan adik perempuan nya. Ibu Iwan sudah lama menjanda dan bekerja sendiri untuk membesarkan Irwan dan Adik perempuan nya.

Saat ini Iwan Adalah tulang punggung keluarga nya untuk menafkahi keluarga. Ibunya yang sudah lanjut usia tidak sanggup lagi mencari nafkah karena usianya yang memang sudah tua. Sehingga Iwan adalah satu-satunya orang yang menafkahi keluarga nya tersebut. Kehidupan mereka adalah berladang setiap hari nya. Ladang yg mereka buat sebenarnya juga ladang di atas tanah milik orang lain. Iwan hanya menumpang untuk bercocok tanam.

Pada 20 Agustus 2019 lalu, Iwan mumorun lahannya agar bersih, subur, terhindar dari beberapa macam hama dan bisa segera untuk ditanami. Membakar dan memorun dalam adat melayu Rokan tidaklah sama. Yang disebut membakar adalah membakar lahan secara keseluruhan, namun apabila dilakukan dengan cara menumpukkan menjadi beberapa tumpukan sehingga api yang membakar lebih kecil disebut dengan mumorun

Iwan mumorun lahannya dengan cara menumpukan/mengumpulkan ranting kayu dan tunggul menjadi beberapa tumpukan. Selain itu iwan juga membuat sekat batas antara lahan yang dikelolanya dengan lahan milik orang lain agar api tidak menjalar. Lahan yang di kelola iwan adalah tanah keras, bukan gambut. Iwan juga mengawasi Api dan ketika Iwan ditangkap Iwan masih mengawasi Api yang sudah mulai mati dan tidak ada yang menjalar, namun Iwan tetap ditangkap dan diadili.

Penesehat Hukum Iwan, LBH Sahabat Keadilan Rokan Hulu mengatakan, "Kesalahan yang bisa dibuktikan JPU hanya tidak ada izin / pemberitahuan yg diatur dalam Permen no 10 th 2010 yang sanksinya berupa administrasi ( ultimum remedium). Harusnya bebas tu Irwan secara hukum, Karena UU PPLH sendiri merupakan delik materil.
Intinya JPU harus membuktikan akibat, dampak, atau kerugian dari perbuatan yang dilarang atau dilanggar
Hal itu telah dibuat defenisi oleh UU PPLH
tentang kearifan lokal."

Menurut Direktur Lembaga Bantuan Hukum Mahkamah Sakti Nusantara Pekanbaru (LBH MSN) menilai pasal yang didakwakan sangat lemah, dengan alasan sebagai berikut:
1. Pasal 108 jo Pasal 56 ayat (1) UU No.39/2014 tentang Perkebunan adalah Pasal yang dikenakan untuk pelaku usaha perkebunan yang ditanami tanaman musiman sedangkan Iwan petani yang menanam padi dan sayur sayuran.
2. Pasal 108 jo Pasal 69 ayat (1) huruf h No. 32/ 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memang melarang setiap orang membuka lahan dengan cara membakar, tetapi Pasal ini tidak hanya terdiri dari satu ayat. Pasal 69 ayat (2) memberi pengecualian untuk petani lokal untuk membuka lahan dengan cara membakar. Adapun persyaratannya sebagai berikut: pertama tidak lebih dari 2 hektar, kedua dimiliki oleh satu kepala keluarga saja, ketiga ditanami dengan tanaman varietas lokal, seperti padi, sayur-sayuran dan lainnya, keempat membuat sekat batas agar api tidakmenjalar kelahan lain. Iwan memenuhi persyaratan sebagaimana Pasal 69 ayat (2).

Iwan hanya petani kecil. Sangat tidak adil, jika seorang peladang kecil yang mencari penghidupan dengan menggarap lahan malah dipidana. Bagaimana penegakan hukum terhadap korporasi yang secara besar-besaran membakar lahan? Tahun 2015 Polda Riau menerbitkan SP3 atau penghentian kasus terhadap 15 korporasi yang diduga terlibat kebakaran hutan dan lahan. Ini jelas mencederai rasa keadilan masyarakat! Padahal seharusnya penegak hukum lebih serius pada kebakaran yang dilakukan korporasi karena skala kebakaran hutan dan lahan yang ditimbulkannya lebih besar yaitu lebih dari 2 hektar.

Ini bukti bahwa hukum tajam kebawah dan tumpul keatas. Mengapa peladang kecil dipidana, sedangkan korporasi besar bisa lolos?

Saat ini proses persidangan masih berjalan, selasa 11 Februari 2019 akan dilaksanakan penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum. Kami meminta Pengadilan Negeri Rokan Hulu membebaskan Iwan dari tuntutan hukum, karena petani kecil seperti Iwan bukan penjahat lingkungan!

Ayo dukung petisi ini agar Iwan dibebaskan dan mendapatkan keadilan.

Petisi ini didukung Oleh Lembaga Bantuan Hukum Sahabat Keadilan Rokan Hulu, Lembaga Bantuan Hukum Mahkamah Sakti Nusantara Pekanbaru (LBH MSN), GUSDURian Kota Pekanbaru, HIMAROHU Riau, RPPM Rokan Hulu, HIMAKRI Pekanbaru, HIMAROKO, HMR UNILAK, HIMAKRI Komisariat UPP, PMII Komisariat UNILAK, IPNU Rohul, GAM Rohul, AMPR.


Aliansi Mahasiswa Peduli Rokan Hulu(AMPR)    Hubungi penulis petisi

Tandatangani petisi ini

Dengan menandatangani, saya menerima bahwa Aliansi Mahasiswa Peduli Rokan Hulu(AMPR) akan dapat melihat semua informasi yang saya berikan pada formulir ini.


Saya mengizinkan pengolahan informasi yang saya berikan pada formulir ini untuk tujuan berikut:




Iklan Berbayar

Kami akan mengiklankan petisi ini ke 3000 orang.

Ketahui lebih banyak...